PAPUADALAMBERITA.COMJAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
menyatakan berencana melakukan kembali penenggelaman 51 kapal ikan asing
ilegal, di mana yang terbanyak adalah kapal berbendera Vietnam.
Menteri Susi dalam akun media sosialnya yang dipantau di Jakarta, Selasa,
menyatakan, pada 4 Mei mendatang dijadwalkan akan dilakukan penenggelaman 51
kapal ikan asing, yang terbanyak dari Vietnam.
Ia juga mengingatkan bahwa Kementerian Luar Negeri telah memanggil pihak
Kedutaan Besar Vietnam.
Sejak Januari hingga April 2019, KKP berhasil menangkap 29 kapal perikanan
asing ilegal, terdiri atas 15 kapal berbendera Vietnam dan 14 kapal berbendera
Malaysia.
Kementerian Luar Negeri RI telah memanggil perwakilan dari Kedutaan Besar
Vietnam di Indonesia untuk menyampaikan protes soal insiden penabrakan KRI
Tjiptadi 381 oleh kapal pengawas perikanan Vietnam.
“Pagi tadi Kemlu RI telah memanggil perwakilan dari Kedubes Vietnam di
Indonesia dan menyampaikan protes Indonesia terhadap kejadian yang terjadi
kemarin,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir
saat ditemui di Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Senin (29/4).
Sebelumnya, kapal pengawas perikanan Vietnam sengaja menabrakkan diri ke KRI
Tjiptadi-381. Peristiwa pada Sabtu, 27 April 2019 itu terjadi saat KRI
Tjiptadi-381 sedang patroli untuk menangkap kapal ikan yang melakukan
penangkapan ikan secara ilegal di Laut Natuna Utara.
Pemerintah Indonesia menyesalkan aksi yang dilakukan oleh kapal pengawas
perikanan Vietnam tersebut karena dinilai dapat membahayakan awak kapal
Indonesia maupun Vietnam.
“Pertama yang perlu saya sampaikan adalah Indonesia sangat menyesalkan
kejadian yang terjadi antara kapal dinas perikanan Vietnam dengan KRI Tjiptadi
381 yang terjadi kemarin di perairan antara Indonesia dan Vietnam,” ujar
Arrmanatha.
“Intinya bahwa tindakan yang dilakukan oleh kapal dinas Vietnam sangat
membahayakan personel, baik dari KRI maupun dari kapal Vietnam itu
sendiri,” lanjutnya.
Selain itu, menurut dia, tindakan penabrakan yang dilakukan oleh kapal pengawas
perikanan Vietnam itu melanggar hukum internasional.
Di tempat terpisah, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI)
Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah Indonesia dan Vietnam harus membuat
aturan bila otoritas saling berhadapan atau rules of engagement untuk
menghindari insiden yang mungkin terjadi di wilayah Laut Natuna Utara.
“Insiden yang terjadi di Wilayah Laut Natuna Utara karena adanya klaim
tumpang tindih antara Indonesia dengan Vietnam atas Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE),” ujar Hikmahanto melalui pesan singkat di Jakarta, Senin.
Hikmahanto berpendapat bahwa kejadian itu terjadi karena TNI AU merasa
berwenang melakukan penangkapan terhadap kapal nelayan Vietnam, namun di sisi
lain otoritas Vietnam dengan kapal penjaga pantainya merasa KRI Tjiptadi 381
tidak berwenang melakukan penangkapan.(antara/pdb)