PAPUADALAMBERITA.COM.MANOKWARI – Perkumpulan Asosiasi Lokal Kontraktor Orang Asli Papua (PAL-KOAP) Papua Barat mengecam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Baca juga: Inpres 1 Thn 2025 Dinilai Rugikan Kontraktor Papua, PAL-KOAP Minta Presiden Tinjau Ulang
Menurut PAL-KOAP, kebijakan ini merugikan kontraktor orang asli Papua (OAP) dan bertentangan dengan semangat Otonomi Khusus (Otsus), serta menghambat percepatan pembangunan di tanah Papua.
Hal ini disampaikan Ketua PAL-KOAP Papua Barat, Alex Septinus Wonggor, dalam konferensi pers yang digelar di Manokwari pada Senin (17/2/2025).
Dalam kesempatan itu, Alex didampingi Sekretaris PAL-KOAP, Lewis Wanggai, Direktur Eksekutif KOAP, Yan Soindemi, Senior KOAP, Yosep Wabdaron, dan puluhan anggota PAL-KOAP lainnya.
“Kami meminta Presiden Prabowo untuk meninjau ulang Inpres ini karena sangat merugikan kami di tanah Papua,” ujar Alex Septinus Wonggor.
PAL-KOAP menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran dalam Inpres tersebut akan mengurangi alokasi dana untuk proyek infrastruktur yang dikelola oleh kontraktor lokal.
“Efisiensi anggaran berarti pengurangan dana untuk infrastruktur, yang sangat berdampak pada pekerjaan kami sebagai kontraktor lokal yang bermitra dengan pemerintah,” tambahnya.
Selain itu, PAL-KOAP juga menegaskan bahwa Inpres 1/2025 bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 24 Tahun 2023 yang dikeluarkan untuk mempercepat pembangunan di Papua.
“Perpres 24 Tahun 2023 menyatakan bahwa tanah Papua membutuhkan percepatan pembangunan infrastruktur. Namun, dengan adanya Inpres ini, percepatan tersebut justru terhambat,” jelas Alex.
PAL-KOAP menyebutkan bahwa keluarnya Inpres tersebut bertentangan dengan apa yang telah diatur dalam Perpres tersebut dan melibatkan kementerian-kementerian terkait dalam proses pembangunan di Papua.
“Kami melihat adanya tumpang tindih regulasi yang justru menghambat kemajuan Papua,” kata Alex.
Ketiga institusi yang dianggap bertanggung jawab dalam menghadapi dampak dari Inpres ini adalah Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Provinsi Papua Barat, Pemerintah Provinsi Papua Barat, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua Barat.
“Kami meminta BP3OKP, Pemprov Papua Barat, dan DPR Papua Barat untuk berperan aktif mengatasi dampak dari Inpres ini. BP3OKP seharusnya lebih aktif dalam menyuarakan dampak-dampak Inpres 1/2025,” ungkap Alex.
PAL-KOAP juga mengancam akan menggelar demonstrasi besar-besaran jika Presiden tidak segera meninjau ulang kebijakan tersebut. Mereka akan memulai aksi damai yang pertama kali ditujukan kepada BP3OKP sebagai institusi yang seharusnya mengawal percepatan pembangunan di Papua Barat.
“Kami akan mendatangi BP3OKP, Pemprov Papua Barat, dan DPR Papua Barat untuk memastikan suara kami didengar. Kami sudah sangat tergantung pada pekerjaan yang diberikan oleh pemerintah untuk membiayai hidup kami dan keluarga,” tegas Alex.
Sebagai bentuk protes, PAL-KOAP juga akan menyurati BP3OKP untuk mempertanyakan langkah mereka dalam merespons Inpres yang dikeluarkan oleh Presiden.
“Kami ingin tahu apa yang telah dilakukan BP3OKP untuk membantu kontraktor lokal di Papua Barat. Mereka ditunjuk untuk mengawal pembangunan infrastruktur di sini,” tutup Alex.(rustam madubun)